Faktaambon.id, AMBON – Dunia pertambangan emas ilegal di Kalimantan Barat kembali disorot. Setelah Siman Bahar ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Juni 2023,
sosok baru yang disebut-sebut menggantikan posisinya sebagai “raja” emas ilegal. berinisial (AS), yang diduga menjadi cukong (pemodal besar) dalam rantai permainan emas ilegal baru di wilayah Kalimantan Barat, kini tengah menjadi diskursus.
Berdasarkan informasi dari sumber terpercaya, Mustakim (nama samaran), inisial (AS) diduga telah memindahkan emas ilegalnya yang mencapai hampir 400 kilogram dari tempat persembunyian lamanya ke lokasi yang lebih aman.
Langkah ini dilakukan setelah bisnis ilegal tersebut terendus aparat penegak hukum dan ramai diberitakan.
“Memang ada pergerakan besar-besaran. Emasnya dipindahkan karena sudah mulai tercium,” ujar Mustakim singkat ketika ditemui tim Faktakalbar.id.
Fenomena munculnya (AS) sebagai pengganti Siman Bahar sontak mengguncang publik. Pasalnya, pada kasus sebelumnya,
Siman Bahar membuat negara merugi hingga Rp300 triliun akibat penggelapan pajak dari bisnis tambang emas ilegal.
Kini, (AS) sebagai pengusaha tambang bauksit yang telah lama dikenal di Kalbar, diduga mengambil alih kendali bisnis emas ilegal tersebut.
Baca Juga: Tambang Ilegal di Binua Nahaya Landak Merajalela, WALHI: Pemodal Tak Takut Aparat
Kerugian Negara Menggunung
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 26 September 2024, kerugian negara akibat aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (Peti) di Kalbar mencapai angka fantastis,
yaitu Rp1.020 triliun. Kerugian ini berasal dari hilangnya cadangan emas sebesar 774,27 kilogram dan perak sebanyak 937,7 kilogram.
Tak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, aktivitas tambang ilegal ini juga mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah di berbagai wilayah seperti Kabupaten Landak, Melawi, dan Sintang.
Rezim Baru Raja Emas Ilegal
Perpindahan kekuasaan ini disebut-sebut terjadi akibat kondisi kesehatan Siman Bahar yang mulai menurun.
Namun, roda bisnis ilegal tetap berjalan dengan modal tunai yang fantastis, mencapai Rp5 miliar per hari atau sekitar Rp150 miliar per bulan.
Publik kini bertanya-tanya, akankah AS bernasib sama seperti pendahulunya?
Aparat keamanan dan penegak hukum diharapkan segera mengambil tindakan tegas sebelum kerugian negara dan kerusakan lingkungan semakin meluas. (Dhn)