Sejarah Kue Keranjang: Untuk Laporan Dewa Dapur

Oplus_131072

 

FAKTA GROUP – Kue keranjang, atau dalam bahasa Mandarin disebut Nian Gao (年糕), adalah salah satu makanan khas yang tidak pernah absen dalam perayaan Imlek. Kue berbentuk bundar ini memiliki tekstur lengket dan rasa manis yang khas. Selain lezat, kue keranjang juga memiliki sejarah panjang dan makna mendalam dalam budaya Tionghoa.

Asal Usul Kue Keranjang

Kue keranjang telah ada sejak lebih dari 1.000 tahun yang lalu, dengan asal-usulnya dapat ditelusuri ke masa Dinasti Zhou (1046–256 SM). Pada awalnya, kue ini dibuat sebagai persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa sebagai bentuk rasa syukur serta harapan untuk tahun yang lebih baik.

Nama Nian Gao memiliki arti harfiah “kue tahun” (nian = tahun, gao = kue). Selain itu, dalam bahasa Mandarin, pengucapan “nian gao” terdengar mirip dengan “nian nian gao sheng” (年年高升), yang berarti “setiap tahun semakin tinggi.” Hal ini melambangkan harapan untuk kemajuan, keberuntungan, dan kehidupan yang lebih baik di tahun mendatang.

Legenda Kue Keranjang

Salah satu legenda yang paling populer tentang kue keranjang adalah kisah Dewa Dapur (Zao Jun). Dalam kepercayaan tradisional Tionghoa, Dewa Dapur dipercaya naik ke surga setiap akhir tahun untuk melaporkan perilaku manusia kepada Kaisar Langit.

Untuk memastikan laporan yang baik, masyarakat membuat kue yang sangat lengket, yaitu kue keranjang, dan menyajikannya kepada Dewa Dapur. Dengan memakan kue ini, mulut Dewa Dapur akan “terlekat” sehingga tidak bisa memberikan laporan buruk tentang keluarga tersebut.

Ciri Khas Kue Keranjang

  1. Bentuk Bundar
    Bentuk kue keranjang yang bundar melambangkan kesatuan dan keharmonisan keluarga. Hal ini mencerminkan pentingnya kebersamaan dalam tradisi Imlek.
  2. Tekstur Lengket
    Tekstur lengket kue keranjang melambangkan eratnya hubungan keluarga dan persaudaraan.
  3. Rasa Manis
    Rasa manis kue ini menjadi simbol harapan akan kehidupan yang manis dan penuh kebahagiaan di tahun yang baru.
  4. Penyajian Bertingkat
    Dalam tradisi, kue keranjang sering disusun bertingkat, dengan ukuran dari besar ke kecil. Ini melambangkan peningkatan rezeki dan keberuntungan dari tahun ke tahun.

Proses Pembuatan

Kue keranjang dibuat dari bahan sederhana, yaitu tepung ketan, gula merah, dan air. Adonan ini kemudian dimasak dengan cara dikukus dalam waktu yang cukup lama, bahkan hingga 12 jam, untuk menghasilkan tekstur yang kenyal dan rasa yang khas.

Di beberapa daerah, kue keranjang dibungkus dengan daun pisang atau plastik, tergantung pada tradisi setempat.

Kue Keranjang di Indonesia

Kue keranjang sangat populer di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia, terutama selama perayaan Imlek. Di Indonesia, kue ini juga dikenal dengan nama dodol Cina. Selain dimakan langsung, kue keranjang sering digoreng dengan telur atau diolah menjadi berbagai hidangan kreatif.

Di beberapa daerah, seperti Jawa dan Bali, kue keranjang juga digunakan dalam upacara keagamaan sebagai persembahan. Hal ini menunjukkan akulturasi budaya antara tradisi Tionghoa dan lokal.

Makna Filosofis Kue Keranjang

Kue keranjang bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan, harapan, dan rasa syukur. Dengan rasa manisnya, kue ini mengingatkan kita untuk selalu menjalani hidup dengan optimisme dan menjaga hubungan baik dengan keluarga serta orang-orang terdekat.

Dalam perayaan Imlek, menikmati kue keranjang adalah bagian dari tradisi yang mempererat tali kekeluargaan dan membawa keberuntungan di tahun yang baru.

Gong Xi Fa Cai! Semoga manisnya kue keranjang membawa kebahagiaan dan keberuntungan bagi semua.